Tension pneumothorax adalah kondisi medis darurat ketika udara terperangkap di rongga pleura antara paru-paru kiri dan kanan. Kondisi ini sangat berbahaya karena ketika udara terus menerus masuk ke rongga ini, dapat menekan paru-paru bahkan jantung.
Udara bisa masuk ke rongga pleura ketika ada cedera terbuka di dinding dada. Selain itu, robekan jaringan paru-paru juga dapat mengganggu tekanan yang menjaga paru-paru tetap mengembang.
Jenis pneumothorax
Ada dua jenis
pneumothorax yaitu
traumatic dan
non-traumatic. Kedua jenis ini dapat menyebabkan
tension pneumothorax apabila udara di sekitar paru-paru menyebabkan tekanan berlebih.
Tension pneumothorax adalah kondisi yang memerlukan penanganan medis darurat.Penjelasan lebih jauh tentang kedua jenis
pneumothorax adalah:
1. Traumatic pneumothorax
Traumatic pneumothorax terjadi setelah seseorang mengalami trauma atau cedera di dada atau dinding paru-paru. Cederanya bisa ringan atau parah, terutama trauma yang merusak struktur dada sehingga udara masuk ke rongga pleura.Contoh cedera yang dapat menyebabkan
traumatic pneumothorax adalah:
- Trauma dada akibat kecelakaan saat berkendara
- Tulang rusuk patah
- Hantaman keras pada dada saat berolahraga
- Luka tusuk di dada
- Tembakan peluru di dada
- Prosedur medis yang bisa merusak paru-paru seperti penggunaan ventilator, biopsi paru-paru, atau CPR
Selain beberapa hal di atas, perubahan tekanan udara saat menyelam atau mendaki gunung juga dapat menyebabkan
traumatic pneumothorax. Perubahan ketinggian bisa menyebabkan luka di paru-paru. Ketika pecah, udara bisa masuk ke rongga pleura.
Traumatic pneumothorax harus segera ditangani. Jika tidak, bisa terjadi komplikasi seperti serangan jantung, gagal napas, hingga kematian.
2. Nontraumatic pneumothorax
Jenis
pneumothorax berikutnya tidak terjadi akibat cedera. Justru, ini terjadi seara spontan. Klasifikasinya berupa
nontraumatic pneumothorax primer dan sekunder.Pada kondisi
primary spontaneous pneumothorax (PSP), umumnya terjadi pada orang yang tidak memiliki masalah paru-paru dan sering menyerang laki-laki dengan postur tubuh tinggi dan kurus.Sementara
secondary spontaneous pneumothorax (SSP) biasa terjadi pada lansia yang memiliki masalah paru-paru sebelumnya. Beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko mengalami SSP, seperti menderita penyakit paru obstruktif kronis, infeksi akut atau kronis, kanker paru-paru,
cystic fibrosis, dan asma.
Gejala pneumothorax
Ketika seseorang mengalami
traumatic pneumothorax, gejalanya akan muncul saat itu juga. Sementara pada
nontraumatic pneumothorax, gejala kerap muncul saat sedang beristirahat. Gejala paling awal yang muncul adalah nyeri dada secara tiba-tiba.Beberapa gejala lainnya meliputi:
- Rasa nyeri konstan di dada
- Napas pendek-pendek
- Keringat dingin
- Dada terasa sesak<
- Jari tangan, kuku, dan bibir kebiruan (sianosis)
- Detak jantung sangat cepat
Lebih jauh lagi, faktor risiko bagi orang yang mengalami
traumatic dan
nontraumatic pneumothorax berbeda.Faktor risiko mengalami
traumatic pneumothorax adalah:
- Atlet olahraga dengan kontak keras
- Riwayat hantaman pada area dada
- Pernah jatuh dari ketinggian
- Mengalami kecelakaan kendaraan
- Pernah menjalani prosedur medis terkait pernapasan
Sementara faktor risiko bagi
primary spontaneous pneumothorax (PSP) adalah orang yang:
- Berusia antara 10-30 tahun
- Laki-laki dengan postur tubuh kurus
- Perokok
- Menderita penyakit bawaan lahir seperti Marfan’s syndrome
- Paparan debu silika karena pekerjaan
- Terpapar perubahan cuaca drastis
Sementara pada
pneumothorax spontan yang sekunder, faktor risiko lebih besar ada pada orang berusia di atas 40 tahun serta yang pernah didiagnosis memiliki masalah paru-paru.
Diagnosis dan penanganan pneumothorax
Dokter melakukan diagnosis
pneumothorax dengan melihat seberapa banyak udara di rongga pleura. Stetoskop dapat mendeteksi perubahan suara pada paru-paru. Namun untuk diagnosis lebih pasti, perlu dilakukan tes lain seperti CT scan dan rontgen thorax.Penanganan
tension pneumothorax bergantung pada seberapa parah kondisinya. Gejala yang dirasakan juga turut menentukan bagaimana penanganannya, apakah perlu operasi atau tidak.Beberapa opsi penanganannya adalah:
Observasi atau
watchful waiting adalah penanganan yang direkomendasikan untuk penderita
pneumothorax spontan primer dan tidak kesulitan bernapas. Dokter akan memantau secara berkala dengan melakukan X-ray. Selain itu, dokter akan menginstruksikan untuk menghindari perjalanan udara hingga benar-benar sembuh.
-
Mengeluarkan kelebihan udara
Dua prosedur medis untuk mengeluarkan kelebihan udara di paru-paru adalah aspirasi jarum halus serta pemasangan selang pada paru. Prosedur ini dapat dilakukan tanpa perlu anestesi. Untuk pemasangan selang, dokter akan memasukkannya ke rongga antara ruang rusak. Ini akan membantu keluarnya udara dan paru-paru bisa kembali mengembang.
Pleurodesis adalah prosedur bagi pasien yang pernah mengalami
pneumothorax lebih dari satu kali. Dalam prosedur ini, paru-paru ditempelkan pada dinding dada sehingga mencegah terjadinya kembali
pneumothorax.
Pada situasi tertentu, perlu operasi untuk mengatasi
pneumothorax. Salah satu opsinya adalah
thoracotomy untuk melihat masalah pada rongga pleura. Selain itu, ada juga metode
thoracoscopy dengan memasukkan kamera kecil ke rongga dada. Dengan demikian, bisa ditentukan penanganan yang paling tepat.