
Fistula trakea-esofagus (TEF) adalah sambungan abnormal (fistula) antara esofagus dan trakea. Esofagus atau kerongkongan adalah pipa yang menghubungkan leher ke perut. Sedangkan trakea atau tenggorokan adalah pipa yang menghubungkan leher dan paru. Normalnya, trakea dan esofagus adalah dua tabung yang tidak terhubung. TEF adalah jenis fistula saluran napas yang paling umum.
Sampai saat ini, belum ditemukan faktor risiko yang benar-benar berperan dalam munculnya fistula di antara trakea dengan esofagus. Walau begitu, riwayat keluarga menjadi faktor yang diduga dapat berpengaruh. Bayi yang mengidap trisomy 13, 18, atau 21 juga berisiko tinggi mengalami fistula trakea-esofagus. Ibu yang mengonsumsi dekongestan saat hamil trimester pertama juga berisiko menyebabkan janin memiliki TEF bawaan.
Etiologi fistula trakeoesofagus belum diketahui secara jelas. Kebanyakan kasus fistula trakeoesofagus yang dialami anak-anak merupakan kasus kongenital atau bawaan. Sedangkan pada kasus dapatan umumnya disebabkan oleh neoplasma ganas esofagus serta infeksi dan trauma (non-malignant).
Fistula trakea-esofagus dapat dideteksi sejak bayi masih dalam kandungan dengan melakukan pemeriksaan USG. Apabila kehamilan menunjukkan masalah-masalah seperti polihidramnion, tidak adanya cairan di perut, perut berukuran kecil, atau adanya kantung esofagus proksimal melebar, risiko bayi lahir dengan TEF akan lebih besar. Melakukan pemeriksaan MRI pada janin adalah tes konfirmasi pilihan sebelum lahir.
Bayi yang lahir dengan fistula trakea-esofagus mengalami gejala cukup khas, yaitu kesulitan menelan dan mengalami gangguan pernapasan. Setelah dilahirkan, bayi juga akan mengeluarkan liur, lendir, hingga sekresi mulut lainnya dalam jumlah yang berlebihan akibat kesulitan menelan.
Selain itu, bayi dengan fistula trakea-esofagus dapat mengalami batuk terus-menerus dan sering tersedak. Bayi juga berisiko mengalami penurunan oksigen dalam darah. Kondisi ini ditandai dengan melebarnya hidung ketika bernapas dan adanya perubahan warna kulit bayi menjadi kebiruan.
Untuk mendiagnosis fistula trakea-esofagus, dokter bisa melakukan pemeriksaan dengan cara memasukkan sebuah selang khusus dari mulut hingga ke dalam perut bayi. Melalui kateter radiopaque, jenis dan lokasi fistula dapat diketahui dari gambar kerongkongan yang diambil. Hasil rontgen akan menunjukkan penumpukan gas di usus. Endoskopi tidak dapat mendeteksi ukuran fistula yang kecil.
TEF kongenital dapat menyebabkan banyak komplikasi, antara lain gangguan pernapasan akut, abses paru, nutrisi buruk, bronkiektasis dari aspirasi berulang, kegagalan pernapasan hingga kematian.
Tindakan bedah yang dilakukan untuk mengatasi fistula trakea esofagus juga berisiko menyebabkan komplikasi berikut:
Harapan hidup pada bayi yang terlahir dengan fistula trakea-esofagus tipe H termasuk kecil jika tidak segera dilakukan operasi untuk memisahkan trakea dan esofagusnya. Ketika operasi sudah dilakukan pun, bentuk esofagus masih perlu diperbaiki agar tetap terpisah dari trakea. Namun terkadang, operasi tidak dapat langsung dilakukan ketika bayi terlahir prematur, memiliki kondisi cacat lahir lainnya, ataupun mengalami komplikasi pneumonia aspirasi.
Operasi hanya bisa dilakukan di rumah sakit yang memiliki fasilitas perawatan gawat darurat neonatal. Untuk menghindari risiko pneumonia aspirasi dapat dilakukan tindak pencegahan sebagai berikut:
Fistula trakea-esofagus merupakan kelainan pada janin dan bayi. Untuk mencegah munculnya kelainan pada janin dan bayi, serta menurunkan risiko kelainan kongenital, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: