Berbagai studi telah meneliti hubungan antara tuberkulosis dan diabetes mellitus. Prognosis tuberkulosis dipercaya dapat dipengaruhi oleh komorbid pasien, termasuk diabetes mellitus. Tuberkulosis adalah penyakit infeksi dengan mortalitas dan morbiditas tinggi di seluruh dunia.Meskipun prevalensi tuberkulosis paru (TBC) masih masih tinggi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sementara itu, diabetes mellitus (DM) diakui WHO sebagai penyakit epidemi global. Peningkatan prevalensi diabetes di area endemis tuberkulosis menjadikan beban ganda (double burden) aspek kesehatan di dunia.
Insidensi Tuberkulosis dan Diabetes Mellitus di Indonesia
Salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia adalah Indonesia. Data profil kesehatan Indonesia melaporkan insidensi TBC mencapai 316/100.000 penduduk di tahun 2018. Namun, ada penurunan jumlah kasus TB dari 568.987 di tahun 2019 menjadi 351.936 di tahun 2020. Tren penurunan ini disebabkan pandemi COVID-19.
Kasus TB terbanyak ditemukan pada kelompok usia produktif, yaitu 45–54 tahun (17,3%), usia 25–34 tahun (16,8%), dan usia 15–24 tahun (16,7%).
Di lain sisi, International Federation Diabetes (IDF) pada tahun 2019 melaporkan Indonesia sebagai negara ke-7 dengan penderita DM terbanyak. Sedangkan laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi DM secara keseluruhan pada penduduk dewasa di Indonesia mencapai 8,5% pada tahun 2018.
Hubungan Tuberkulosis dan Diabetes Mellitus
Publikasi ilmiah telah menunjukkan adanya hubungan antara diabetes mellitus dan perkembangan penyakit tuberkulosis. Diabetes mellitus diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya tuberkulosis dan reaktivasi tuberkulosis laten. Sementara itu, tuberkulosis sendiri pun memperburuk kontrol glikemik pada pasien diabetes.
Systematic review dan meta analisis pada tahun 2019 menganalisis semua studi kohort dan kasus-kontrol yang menyelidiki perbedaan hasil pengobatan TB di antara pasien TB-DM daripada pasien TB tanpa DM, yang melibatkan. Kesimpulan meta analisis ini menyebutkan bahwa DM dikaitkan dengan peningkatan risiko hasil pengobatan TB yang buruk, terutama kematian. DM pada penderita TB juga dapat meningkatkan risiko timbulnya MDR-TB primer.