
Fibrosis paru adalah gangguan pernapasan akibat terbentuknya jaringan parut di organ paru-paru. Kondisi ini menyebabkan paru-paru tidak berfungsi secara normal.
Fibrosis paru merupakan penyakit paru yang memburuk secara perlahan dan tidak menular. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan dapat dialami oleh siapa saja, tetapi lebih sering terjadi pada orang dewasa dan lansia.
Fungsi paru-paru yang tidak normal dapat menyebabkan penderitanya mengalami sesak napas, bahkan ketika hanya melakukan aktivitas ringan, seperti berjalan atau mengenakan pakaian.
Fibrosis paru disebabkan oleh jaringan parut yang terbentuk di dalam paru-paru. Ada beberapa faktor yang dapat memicu pembentukan jaringan parut tersebut, yaitu:
Partikel kimia berbahaya, seperti serat asbes, serbuk batu bara, dan debu logam, berisiko merusak organ paru, terutama jika paparannya berlangsung dalam jangka panjang. Partikel kimia tersebut umum ditemukan di area pertambangan, pertanian, dan konstruksi bangunan.
Fibrosis paru dapat berkembang dari beberapa penyakit, seperti pneumonia, rheumatoid arthritis, skleroderma, dan sarkoidosis.
Beberapa jenis obat-obatan dapat merusak jaringan paru-paru, seperti obat kemoterapi (methotrexate atau cyclophosphamide), obat penyakit jantung (amiodarone), antibiotik (nitrofurantoin atau ethambutol), dan obat antiperadangan (rituximab dan sulfasalazine).
Terapi radiasi atau radioterapi berisiko merusak paru-paru, terutama bila dilakukan dalam jangka waktu lama. Kerusakan paru-paru bisa terlihat dalam beberapa bulan atau beberapa tahun sejak terpapar radiasi.
Selain beberapa penyebab di atas, ada juga faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena fibrosis paru, yaitu:
Gejala utama fibrosis paru adalah sesak napas dan batuk. Selain itu, ada beberapa gejala tambahan fibrosis paru, yaitu:
Gejala tersebut akan berkembang secara perlahan hingga lebih dari 6 bulan.
Pekerja yang berisiko terpapar partikel berbahaya, seperti debu silika atau serat asbes, perlu melakukan pemeriksaan rutin ke dokter secara berkala, setidaknya 1 tahun sekali. Pekerja tersebut juga harus menggunakan alat pelindung diri untuk mencegah kerusakan pada paru.
Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami batuk selama lebih dari 3 minggu, apalagi sampai sesak napas. Kondisi ini membutuhkan penanganan secara khusus dari dokter.
Setelah menanyakan gejala dan riwayat penyakit pasien, dokter akan menggunakan stetoskop untuk memeriksa suara dalam organ paru-paru pasien. Dokter juga dapat melakukan tes tambahan untuk memastikan adanya fibrosis paru, yaitu:
Selain pemeriksaan analisis gas darah, tes darah juga dilakukan untuk memeriksa fungsi organ lain, seperti ginjal dan hati, serta mendeteksi infeksi. Karena gejala fibrosis paru mirip dengan gejala penyakit jantung, dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan echo jantung dan EKG treadmill untuk memeriksa fungsi jantung.
Metode pengobatan fibrosis paru akan ditentukan oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan pasien. Tindakan yang dapat dilakukan adalah:
Selain tindakan medis, dokter juga akan menganjurkan pasien untuk mengubah gaya hidup, agar proses pengobatan dan pemulihan berlangsung lebih cepat dan tidak terjadi komplikasi. Upaya yang perlu dilakukan adalah:
Jika dibiarkan dan tidak segera ditangani, fibrosis paru berisiko menimbulkan komplikasi pada penderitanya, berupa:
Gangguan lain yang juga dapat terjadi adalah terbentuknya gumpalan darah di paru-paru dan infeksi paru (pneumonia).
Cara terbaik untuk mencegah fibrosis paru adalah dengan menghindari faktor-faktor penyebabnya, misalnya dengan berhenti merokok atau menggunakan alat pelindung diri selama bekerja di lingkungan yang rentan terpapar partikel berbahaya.