
Bruxism adalah kebiasaan menggeretakkan dan menggesekkan gigi secara tidak sadar. Kebiasaan ini bisa dialami oleh siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Jika kebiasaan ini tidak ditangani, penderita bisa mengalami kerusakan berat pada giginya.
Pada banyak kasus, bruxism terjadi secara spontan ketika seseorang sedang berkonsentrasi, merasa cemas, atau mengalami stres yang berlebihan. Bruxism dapat terjadi saat sedang terbangun maupun saat tertidur (sleep bruxism). Akan tetapi, sleep bruxism lebih sering terjadi.
Bruxism mungkin awalnya tidak menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Namun, kondisi ini lama-kelamaan bisa menimbulkan dampak yang lebih besar, seperti kerusakan gigi, sakit kepala kronis, dan gangguan pada rahang yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman.
Kebanyakan orang tidak menyadari bruxism sampai akhirnya timbul komplikasi. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengetahui penyebab dan gejala kondisi ini agar terhindar dari dampak yang lebih besar.
Bruxism tidak terjadi setiap saat, tetapi muncul saat seseorang sedang dalam kondisi tertentu, misalnya ketika sedang tertekan. Ada beberapa faktor fisik dan psikologis yang bisa menjadi pemicu terjadinya bruxism, yaitu:
Bruxism juga sering terjadi pada anak-anak ketika mereka pertama kali mengalami tumbuh gigi dan terulang ketika mereka mulai memiliki gigi permanen. Umumnya, bruxism akan berhenti saat anak mulai memasuki masa remaja.
Sama seperti pada orang dewasa, bruxism pada anak-anak bisa dipicu oleh stres, misalnya saat akan menghadapi ujian sekolah. Di samping itu, bruxism pada anak-anak juga terjadi akibat pengaruh kondisi lain, seperti susunan gigi atas dan bawah yang tidak normal, ADHD, kekurangan gizi, alergi, dan infeksi cacing kremi.
Seseorang dengan bruxism memiliki kebiasaan untuk menggeretakkan, menekan, atau menggesek giginya ke atas dan ke bawah, atau ke kanan dan ke kiri, tanpa disadari. Hal ini dapat memicu munculnya keluhan lain, seperti:
Sleep bruxism dapat menyebabkan gangguan tidur pada penderita bruxism maupun pasangan tidurnya, akibat suara gemeretak gigi yang mengganggu. Kondisi ini dapat membuat penderitanya tiba-tiba terbangun.
Seseorang yang memiliki sleep bruxism umumnya juga memiliki kebiasaan lain yang terkait dengan gangguan tidur, seperti mendengkur atau henti napas sejenak pada saat tidur (sleep apnea).
Lakukan pemeriksaan ke dokter gigi jika pasangan Anda atau orang lain mengatakan bahwa Anda sering menggeretakkan gigi saat tidur, terutama jika juga sudah mengalami gejala-gejala lain di atas. Pemeriksaan sejak dini dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat bruxism.
Dokter akan melakukan sesi tanya jawab seputar keluhan yang dirasakan pasien, kebiasaan tidur, rutinitas sehari-hari, serta penggunaan obat tertentu secara rutin.
Selanjutnya, dokter akan memeriksa kondisi gigi pasien untuk melihat sejauh mana tingkat pengikisan atau kerusakan pada gigi. Dokter juga akan memeriksa apakah pasien merasakan rahangnya terasa sakit ketika diraba, serta memeriksa seberapa baik rahang bisa digerakkan.
Jika diperlukan, dokter juga akan melakukan pemeriksaan foto panoramik, untuk melihat kerusakan gigi atau kondisi rahang secara lebih detail.
Pada kebanyakan kasus, termasuk pada anak-anak, bruxism tidak memerlukan penanganan khusus. Pengobatan akan dilakukan jika kebiasaan menggeretakkan gigi sudah terlalu parah dan menimbulkan kerusakan pada gigi.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dokter adalah:
Selain beberapa metode di atas, dokter juga akan menyarankan pasien untuk mengompres dan melakukan pijatan ringan di otot rahang yang sakit.
Seperti yang telah diketahui, bruxism dapat dipicu oleh kondisi lain, seperti penyakit atau penggunaan obat tertentu. Oleh karena itu, dokter juga akan mengatasi pemicu bruxism tersebut bila ditemukan.
Untuk bruxism yang disebabkan oleh stres atau kecemasan, beberapa terapi juga akan disarankan untuk mengurangi kebiasaan menggeretakkan gigi. Terapi yang dapat dilakukan antara lain:
Jika bruxism tidak membaik dengan terapi di atas, dokter akan merujuk pasien ke psikiater. Pemberian obat anticemas atau antidepresan jangka pendek yang disertai dengan terapi perilaku kognitif dapat membantu pasien mengendalikan kecemasan dan kebiasaannya dalam menggeretakkan gigi.
Pada sebagian kasus, bruxism parah bisa menyebabkan munculnya komplikasi serius. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi:
Meski jarang, bruxism dapat menyebabkan gangguan mengunyah, berbicara, dan menelan. Jika dibiarkan tidak tertangani, hal ini bisa berdampak buruk pada asupan nutrisi dan kehidupan sosial penderita.
Pencegahan dan pengobatan bruxism dapat dimulai dari diri sendiri. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah bruxism: